Aku memang jauh dari sempurna. Bahkan aku penuh dengan kekurangan.
Tapi apakah karena itu, lantas aku tak berhak atas kebahagiaan dengan orang
yang sungguh aku sayangi?
Apakah aku salah jika
berusaha ke jalan yang menurut aku adalah jalan yang benar? Lantas apa
kekuranganku, hingga menjadikan aku harus lemah dan menerima mentah-mentah
takdir yang menimpaku, atau harus terus
meratapi kesedihan dan kepiluan. Duka yang rasanya terus mendera.
Salahkah jika kemudian aku
lelah. Aku ingin lepas dari semua. Aku ingin merasakan kebahagian seperti orang
lain. Dengan janji kebahagiaan yang kuniatkan, bersama anak dan istriku.
Belajar memahami makna
hidup memang tidak semudah itu, Waktu itu, aku sedang sedih karena modal untuk judi habis. Yang ada
tinggal tekad untuk tetap mencari uang lewat berjudi.
Tekad itulah yang harus
menjadi bekal. Aku pergi bersama kawan-kawanku ke daerah di Temanggung,
tepatnya di Desa Lamuk. Di tempat itu
sedang ada pertunjukan ketoprak.
Aku gelar arena perjudian
dengan tiga kartu remi. Rasanya tidak seperti biasanya aku dan kawan-kawan
mulai bermain. Pemasang pun mulai berdatangan. Tak kusangka sebelumnya bahwa
ternyata saat itu aku akan mendapat kemenangan yang melimpah.
Kebetulan di daerah
tersebut, memang penghasil tembakau. Saat itu, harga tembakau sedang melambung
tinggi. Jadi, mereka tak tanggung-tanggung untuk memasang uangnya di arena judiku.
Perjudian itu berlangsung
hingga pagi hari. Aku ternyata mendapat kemenangan dengan jumlah
yang cukup banyak, di antaranya berupa jam tangan sebanyak 205 buah dan
uang tunai sampai dengan ratusan ribu rupiah.
Kemenangan pun segera
aku bagi bersama kawan-kawanku. Tentunya
karena aku yang terdepan, akulah yang
mendapat bagian lebih banyak daripada kawan-kawanku.
Sejak saat itu aku
berjanji tidak akan berjudi lagi. Semua uang hasil judi dari Temanggung aku
manfaatkan sebagai modal usahaku. Aku mencoba berwiraswasta dengan berternak
ayam kampung. Sejumlah uangku itu, aku
belikan ayam kampung dan sebagian lainnya untuk biaya membuat kandang.
Ratusan ayam kampung aku
beli untuk modal usaha. Setiap hari aku merawat ayam kampung, memberi makan dan
minum sampai dengan membersihkan kandang. Dalam merawat ayam itu, aku dibantu
oleh Lik Resik. Dia adalah adik dari simbokku yang telah bertahun-tahun menjadi
bagian dari keluargaku.
Sejak mempunyai ayam
hingga jumlahnya ratusan ekor itu, aku sudah tidak lagi mempunyai waktu untuk
pergi berjudi. Akan tetapi, kesukaanku bermain judi rasanya masih belum
hilang.
Justru dengan memelihara
ayam itu, aku punya ruang lain untuk
berjudi lagi. Kali ini, aku beralih dengan berjudi sabung ayam.
Untuk itu aku pelihara
ayam-ayam jago aduan. Ternyata, itu awal dari kebangkrutanku yang kedua
kalinya. Ayam jago yang aku namai "Londo" mati saat bertarung. Ia
mati bersama musuhnya.
Sejak kematian
"Londo" jagoku , satu per satu
ayam lainnya juga mati. Penyebab kematian ayam-ayamku itu, aku tidak
tahu. Apa itu karena kena penyakit atau tidak, yang pasti ratusan ekor ayamku mati,
hanya dalam waktu singkat.
Lik Resik memang tidak
pandai, tetapi dia jujur. Seluruh hidupnya hanya untuk membantu keluarga bapakku dan aku. Pekerjaan yang
mestinya tidak pantas dilakukan
perempuan pun dilakukan oleh Lik Resik,
seperti membuat batu bata dan membelah kayu-kayu yang ukuran besar
untuk membakar batu bata.
Aku kadang berpikir
tentang apa yang Lik Resik lakukan itu. Mungkin semua itu ia lakukan karena
takut kalau dimarahi oleh simbokku.
Tiap pagi, sebelum bapak
dan simbokku bangun, Lik Resik sudah pasti bangun lebih dahulu. Setelah memasak air, menanak nasi, dan mencuci
pakaian, Lik Resik lalu membantu aku membuat batu bata
Mungkin memang benar, Lik
Resik sering dimarahi simbokku. Tak jarang Lik Resik dipukul dan dijambak
rambutnya, meskipun kesalahannya hanya hal sepele.
Simbokku memang punya
perangai keras. Apabila sudah marah, apa dan siapa pun bisa menjadi sasaran
kemarahannya. Meskipun setelah itu, simbokku menyesali atas apa yang ia
lakukan.
Sesak napas yang diderita Lik Resik sejak beberapa tahun,
seolah sama sekali tidak dirasakannya. Akhirnya, Tuhan memanggilnya lantaran sakit pada 1976. Ketika itu, Lik Resik berusia
sekitar 47 tahun.
Lik Resik meninggal dunia
dengan meninggalkan sejuta kenangan selama hidupnya. Semoga Lik Resik diterima
di sisi Allah SWT dan diampuni semua dosanya.
إرسال تعليق