Masih pada tahun yang sama, yakni 1972. Tanah Bukit Dagi milik 43 warga juga digusur oleh pemerintah dengan peruntukan yang belum jelas. Yang dapat diketahui oleh warga yang terkena penggusuran itu, bahwa tanah tersebut akan dibeli oleh gubernur untuk kepentingan pemerintah daerah. Saat itu, ganti rugi yang diberikan jauh lebih rendah daripada harga sebelumnya, yakni Rp60 per meter persegi. Akhirnya tanah tersebut dimiliki oleh PT Pura Bukit Dagi, yang kemudian didirikan restoran, dikelola oleh Ambarukmo Sheraton Yogyakarta. Di Bukit Dagi tersebut juga pernah digunakan untuk arena "motorcross".
Pada 1975, kompleks
pemakaman warga Dusun Ngaran yang dikenal sebagai "Makam Njaten",
dipindahkan ke sebelah timur Dusun Gendingan atau arah utara Candi Borobudur.
Untuk setiap makam, kepada ahli warisnya diberikan ongkos pemindahan Rp1.000. Pada
1976-1977, para pedagang yang berjualan di sekitar tempat parkir kendaraan
pengunjung Candi Borobudur dipindahkan. Meskipun
letak bangunan baru tersebut masih
berdekatan dengan lokasi lama, akan tetapi sebagian pedagang keberatan karena harga kios baru
tersebut dinilai terlalu mahal.
Untuk ukuran kios 3 x 3 meter persegi,
harganya Rp100.000.
Beberapa kios akhirnya
tetap dibangun oleh panitia dan sebagian
pedagang juga telah membayar
sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh panitia. Akan tetapi, belum semua kios baru tersebut dapat
dibangun, beberapa bangunan kios sudah roboh. Akhirnya para pedagang tidak mau
menempati bangunan tersebut dan menarik kembali uang yang telah disetor kepada panitia. Pihak panitia juga keberatan karena
uang yang diterima, telah dipergunakan
untuk membangun kios. Masalah tersebut sampai ke gubernur dan berakhir dengan
kesediaan panitia mengembalikan uang kepada calon pemilik kios, meski tidak
seluruhnya dikembalikan.
Trauma yang panjang
tertanam di setiap warga hingga pada 1980, dengan selesainya purnapugar Fase I
yang dikenal dengan nama Tapurnas (Taman Purbakala Nasional ) dan kemudian
dilanjutkan dengan PT Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan. Secara resmi
perseroan terbatas itu, berdiri melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1980. Untuk pendirian perseroan itu, Pemerintah RI menyertakan modalnya sebesar Rp3,8 miliar.
Dana tersebut didapat dari anggaran pendapatan dan belanja negara (Pasal 3 Ayat
3 ). Pengelolaan PT Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan diserahkan
kepada Boediardjo selaku direktur utama.
Sosialisasi rencana
tersebut, terus dilakukan seperti pada lokakarya di Tanah Toraja pada 1-2
Oktober 1981. Pada kesempatan itu, Pak Boediardjo menyampaikan makalahnya
berjudul "Peran Taman Wisata Candi
Borobudur dan Prambanan dalam Mendukung Program Peningkatan Pelayanan dan
Pemasaran Wisata Indonesia".
Dalam makalah panjang itu,
Pak Boed memproyeksikan jumlah pengunjung di kedua candi tersebut akan mencapai satu juta orang, baik
wisatawan mancanegara maupun domestik. Kalau dihitung, angka tersebut sangat
lumayan untuk industri kepariwisataan saat itu.
Pak Boed juga mengatakan
bahwa investasi untuk pendirian PT Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan itu, sudah dilakukan selama
bertahun-tahun oleh tim dari Badan Kerja Sama Internasional Jepang
(JICA/Japan International Cooperation
Agency ) bersama Universitas Gajah Mada Yogyakarta untuk pihak Indonesia
(sumber data: Suara Borobudur).
Posting Komentar