.
Mimpiku tentang negara adalah harapanku untuk negara yang makmur,
sebagaimana dalam dongeng wayang.
Ketidakadilan dengan
berkerudung kebangsaan, demi rakyat, untuk menyejahterakan masyarakat muncul di
mana-mana.
Seperti terjadi di dusunku
pada 1980. Banyak bualan kesejahteraan masa depan, demi pelestarian monumen
budaya dan sebagainya. Semua itu pada akhirnya hanya berujung kekecewaan.
Meski kadang-kadang aku
ingin membuktikan sendiri. Bagaimana sebetulnya yang terjadi di gedung wakil
rakyat itu. Meski aku pernah melihat sendiri, apa yang terjadi pada 1982.
Aku bersama lima warga
Kenayan menyampai-kan masalah
yang terjadi di Borobudur sehubungan dengan rencana pembangunan Taman Wisata
Candi Borobudur.
Waktu itu, aku ditemui Pak
Kartidjo, Ketua DPR RI. Waktu itu, beliau ditemani oleh segenap ketua komisi di
DPR RI.
Satu per satu persoalan yang dihadapi oleh warga Borobudur yang
akan terkena dampak pembangunan taman wisata menyampaikan pendapatnya.
Hampir semua yang ada di ruangan tersebut mencatat
berbagai persoalan yang disampaikan oleh warga yang saat itu mendatangi gedung
wakil rakyat tersebut.
Pak Ketua DPR RI waktu itu
juga akan segera menindaklanjuti persoalan tersebut dengan segera datang ke
Borobudur untuk mengetahui langsung keadaan di Borobudur.
Namun, alhasil, masyarakat
pun juga tidak tahu. Masyarakat sepertinya juga tidak melihat adanya dukungan
secara politik untuk memperjuangkan aspirasinya.
Rencana pembangunan taman
wisata itu pun juga tetap berjalan, seperti apa yang terjadi saat ini.
"Belajarlah dari
pengalaman," demikian kata orang bijak. Agaknya kalimat tersebut masih
meresapiku.
Setidaknya mulai 1970
telah berkali-kali dimanipulasi lewat
penggusuran tanah maupun bangunan. Penataan yang secara keseluruhan beralasan
demi kelestarian monumen peninggalan Dinasti Syailendra agar mampu bertahan
sampai 1000 tahun lagi.
Kata-kata itu selalu
menghiasi seminar, temu gagasan, diskusi ilmiah, dan masih banyak lagi forum
yang diselenggarakan oleh berbagai pihak.
Rasanya aku semakin
percaya bahwa kata-kata yang masih
katanya ilmiah itu, hanya untuk
mendukung kebenaran suatu teori, sedangkan teori tersebut memerlukan percobaan
dan pengujian kembali.
Dan kebenaran tersebut
harus bertaruh dengan sejuta pertanyaan yang akan ditujukan kepadanya dalam
rangka mengukuhkan suatu teori, atau bahkan teori tersebut akan runtuh karena
tidak sanggup lagi untuk memberikan jawaban-jawaban yang tepat.
Rencana pembangunan Taman
Wisata Candi Borobudur awalnya bertujuan untuk mewujudkan teori dan hasil
penelitian agar dapat mendapatkan jawaban yang tepat. Teori dan penelitian selanjutnya akan dituangkan
dalam konsep penataan kawasan. Dan rasanya sudah cukup lama masyarakat menunggu
penataan kawasan Borobudur dengan melibatkan mereka.
Kadang-kadang aku
berpikir, kapan itu akan terjadi, sedangkan sejak rektorasi Borobudur fase 1 ketika
muncul rencana pembangunan Taman Wisata Candi Borobudur " sampai dengan
sekarang, yang aku dengar hal itu masih sebatas perencanaan.
Sama sekali aku belum
pernah mendengar soal siapa yang mengerjakan, harus selesai kapan, atau bagaimana bentuk fisiknya. Mereka yang
mengerjakan, apakah para pakar atau tokoh masyarakat, atau mungkin pemerintah,
ata lembaga swadaya masyarakat.
Yang jelas, menurut aku,
tanpa melibatkan semua pemangku kepentingan, kiranya yang namanya penataan kawasan akan berjalan
sangat tidak dialogis dan belum dapat dianggap komperhensif.
Belum lagi adanya bahasa penyederhanaan kawasan yang hanya
diartikan sebagai daerah penyangga, yaitu 10 desa di sekitar Candi Borobudur
sebagai manifestasi semua kegiatan masyarakat.
Seringkali peran dan
potensi masyarakat di 10 desa lainya diabaikan, hanya untuk mengusahakan konsep
yang sudah dianggap belum sempurna itu,
untuk dilaksanakan.
Hasil bacaanku menyebutkan
bahwa kondisi bangunan fisik dengan acara tradisi masyarakat yang berkembang di
kawasan Candi Borobudur merupakan hubungan komplementer yang kompleks
antarpenghuni dalam kawasan itu. Bukan tanpa hubungan sebab dan sejarah dengan
kegiatan masyarakat.
Sejak dahulu ada
keterkaitan Candi Borobudur dengan kehidupan perekonomian, tradisi budaya,
interaksi sosial, norma, dan panutan hidup. Bahkan juga ideologi yang dipegang
masyarakat secara utuh dan teguh.
Bangunan fisik menjadi
mempunyai banyak makna ketika dia hadir di tengah masyarakat, tidak hanya
mereka ada tanpa akar budaya, sedangkan batas administrasi mungkin hanya simbol
kedaerahan.
Menurutku, semua bangunan
fisik mempunyai makna dan cerminan citra rasa pribadi-pribadi yang mempunyai
kebudayaan dan peradaban tinggi. Jika hal itu dijadikan acuan maka harapan
akhir dari proyek fisik berupa pemenuhan fasilitas akan mempercepat
kesejahteraan masyarakat dan menguatkan peradaban manusia.
Borobudur memang bernilai
internasional. Keadaan tersebut mencerminkan daya tarik yang khas dan menjadi
unggulan pariwisata dunia. Tinggal sekarang bagaimana proses penataan itu
dikerjakan, kemudian siapa yang mengerjakan.
Akan tetapi, menurutku,
Borobudur sampai aku menulis buku ini, masih tetap saja Borobudur yang
bersanding dengan masyarakat melarat.
Meskipun sebagian
masyarakat masih mempunyai semangat dan tekad untuk mengembangkan Borobudur
dengan kawasannya.
Sepertinya tidak ada
kesempatan secara politis yang memberi ruang akan keterlibatan Masyarakat Dalam
memengaruhi kebijakan dan pengelolaan.
Meskipun demikian aku tak akan berhenti memperjuangkan keterlibatan
Masyarakat dalam pengelolaan ,
Posting Komentar