.
Musyawarah anak cabang adalah pertemuan yang harus dilakukan oleh
pengurus partai, karena agenda itu merupakan pertanggungjawaban sebagai
pengurus selama menjabat.
Dalam musyawarah yang
dihadiri oleh seluruh ketua ranting di tingkat desa dan para pengurus cabang, aku terpilih
menjadi sekretaris pengurus anak cabang Kecamatan Borobudur untuk periode
1977-1982
Menjadi pengurus partai,
bagiku merupakan kebanggaan tersendiri mengingat aku hanya bermodal pendidikan
tidak jelas, tetapi dipercaya menjadi pengurus partai yang dipimpin oleh Ibu
Megawati Soekarnoputri, salah satu putri mendiang Presiden Soekarno.
Reformasi pada 1998 yang
dipelopori oleh mahasiswa bersama kelompok masyarakat lainnya telah memberikan
babak baru Indonesia, yakni era reformasi. Era itu mengakhiri era otoriter.
Berbagai kelompok
masyarakat merespons dengan cepat perubahan situasi politik itu. Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) menggelar kongres kelima di Bali pada 8-10 Oktober
1998 dan hasilnya mengubah nama menjadi PDI Perjuangan.
Sudah barang tentu dalam
menjalankan tugas partai sering kali aku mendapat tantangan, baik itu dari lawan politik maupun
kawan sendiri .
Pekerjaan amat berat yang
dialami oleh pengurus partai saat itu, adalah mencari saksi pemilihan di tempat
pemungutan suara dan mencari orang yang mau menjadi pengurus di tingkat desa.
Kedua pekerjaan itu sangat
sulit dilakukan karena PDI waktu itu dianggap sebagai partai oposisi.
Seperti yang telah aku
alami takkala selesai Musyawarah Anak Cabang PDI di Balai Desa Borobudur. Meski
aku masih dipercaya menjadi sekertaris, beberapa rekan lain sudah tak masuk
dalam kepengurusan partai, sedangkan perbedaan persepsi sering mewarnai pelaksanaan
tugas partai .
Suatu saat, ketika selesai
pelantikan pengurus partai, beberapa masalah mulai muncul sebagai dampak
dari terselengara musancab itu.
Seperti yang masih aku
ingat, ketika ada seseorang yang termasuk sebagai pengurus, akan tetapi ia kurang
berkenan karena masih ada yang ganjalan saat pelaksanaan musancab dan memilih
Pak Chaerudin sebagai Ban Korcam.
Menyikapi kekecewaan Pak
Chaerudin, memang perlu pendekatan yang sangat hati-hati, mengingat kekecewaan
Pak Chaerudin itu juga dirasakan oleh
beberapa teman sesama anggota
partai.
Seakan tak putus harapan,
aku mencoba mengadakan pendekatan kepada Pak Chaerudin yang tinggal di Dusun
Palihan, Desa Candirejo. Pendekatan secara langsung maupun tak langsung terus
menerus aku lakukan. Aku coba lewat Pak Maduk Sasono, orang yang sangat dekat
dengan Pak Chaerudin. Akhirnya Pak Chaerudin lunak dan bersedia duduk dalam
kepengurusan partai.
Seperti biasanya, setiap
pagi aku mengantar koran kepada
pelanggan. Setelah selesai pekerjaan itu, aku sampaikan hasil pendekatanku terhadap Pak Chaerudin
kepada Pak Tri atau biasa disebut Pak Hanthuk. Pak Tri sangat senang dengan apa yang telah aku lakukan.
Dia bilang, "'Wah
matur nuwun Pak Coro. Sampeyan bisa nguwongke wong, maksudku sampeyan bisa ngemong
konco. Wis yen ngono klambine sragam cepet diwenehke Pak Chaerudin wae. Kae
klambine wis nanggone Pak Prapto jupuken trus diwenehke Pak Chaerudin'. (Matur
Nuwun Pak Coro. Sampeyan bisa menempatkan orang dengan baik. Seragam segera
diberikan kepada Pak Chaerudin, seragamnya ada di Pak Prapto segera diambil
lalu diberikan ke Pak Chaerudin, red.)".
Aku segera ke sekretariat
partai di kediaman Pak Prapto untuk menyampaikan pesan dari Pak Tri. Akan
tetapi, tak kusangka, ternyata Pak Prapto berpikiran lain.
"Pak Coro, iki ora
kena melangkah sendiri. Semua harus koordinasi, dan harap Pak Coro tahu bahwa
kedudukan Pak Coro itu karo aku lebih tinggi aku. Aku ini bendahara, jadi aku
harus tidak boleh ditinggalkan dalam menentukan kebijakan partai. Lagi pula, Pak
Chaerudian kan sudah tidak mau, mbok sudah, masih banyak orang yang mau jadi
pengurus," kata Pak Prapto dengan
nada yang sepertinya marah.
Aku pun mencoba
menjelaskan duduk perkaranya.
"Pak ini demi
keutuhan pengurus partai. Tolong dimengerti dan baju itu kan memang milik Pak
Chaerudin. Apa salahnya kalau itu diserahkan kepada yang punya,"
kataku.
Aku benar-benar kecewa
terhadap Pak Prapto. Akhirnya aku segera membuat surat non-aktif sebagai
pengurus. Surat itu aku tujukan kepada Ketua PAC PDI yang waktu itu dipegang
oleh Sumandah yang tinggal di Desa
Tuksanga
Sejak saat itu, aku tidak
lagi aktif dalam dunia politik praktis dan mulai tidak suka dengan partai. Dan
setiap pemilihan, aku tak menggunakan hak pilihku, baik Pemilihan Umum
Legislatif maupun Pemilihan Presiden.

Posting Komentar